Manusia adalah makhluk Allah yang paling mulia dan yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam” (QS. Al-Isra :70)
Selain itu, manusia juga makhluk hidup yang dianugerahi oleh Allah SWT akal dan pikiran, manusia sudah mengetahuinya sejak zaman dahulu bahwa mereka adalah makhuk yang dapat berbicara, namun ketika para ilmuan menemukan bahwa semua makhluk hidup dapat berbicara dengan bahasanya masing-masing, maka defenisi itu diubah, yang semula manusia merupakan makhluk yang dapat berbicara, menjadi manusia : makhluk yang berakal. Sebab, manusia adalah satu-satunya makhluk ciptaan Allah SWT yang telah dianugrahi potensi akal oleh Allah SWT, yang membuat manusia menjadi makhluk yang paling sempuran dan mulia di muka bumi ini, selain itu manusia juga satu-satunya makhluk hidup yang dianugerahi roh oleh Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia, Sesunggunya manusia itu amat zalim dan bodoh” (QS. Al-Ahdzab ; 72)
Amanat yang diberikan kepada manusia itu adalah akal dan amanat untuk mengemban kewajiban dari Allah SWT. Jadi manusia adalah satu-satunya makhluk hidup yang dibebani kewajiban untuk mentaati dan mematuhi Allah dan RasulNya. Untuk itu Allah SWT memberikan kekuatan akal guna untuk membedakan mana yang salah dan mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk.
Jadi manusia adalah makhluk hidup yang berakal, manusia diberikan oleh Allah SWT kemampuan untuk dapat belajar dan mengembangkan segala macam ilmu pengetahuan, karena itulah ilmu manusia akan terus bertambah dari masa ke masa. Seiring berkambangna ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh manusia, maka semakin pintar pula manusam semua pertanyaan yang ada dalam kehidupan ini dapat mereka jawab, namun ada satu pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh manusia itu sendiri, dan anehnya pertanyaan itu adalah sesuatu yang paling dekat dengan manusia itu sendiri, yaitu tentang dirinya sendiri.
Seorang pakar biologi mengungkapkan :
Manusia adalah sebagai pemain, dan kadangkala sebagai penonton dalam pentas sandiwara kehidupan dunia, manusia itu sendirilah keajaiban dunia yang terbesar.
Manusia tidak mengetahui hakikat dirinya, dan hanya mengetahui sedikit saja rahasia kehidupan dunia yang melingkupinya.
Manusia memiliki keterbatasan dalam berfikir, menafsirkan, serta berimajinasi, dan dirinya sendiri merupakan satu bagian yang tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan yang ingin dia ketahui hakikatnya.
Mungkin manusia sudah mengetahui sebagian rahasia penciptaan tubuhnya, akan tetapi dimanakah akal dan ruhnya ? Dan apakah hakikat keduanya ? mereka sama sekali tidak mengetahui tentang kedua hal tersebut.
Jadi, tidak seorangpun ilmuan yang dapat menjawab pertanyaan “siapakah manusia sebenarnya ??”
Sejak puluha abad silam, para ilmuan telah berusaha menjawab pertanyaan ini, hingga muncullah Dr. Alexis Carerel (1973-1944), seorang ahli bedah Perancis yang melakukan studi mendalam tentang hakikat manusia, akan tetapi dia tidak mampu memahaminya persis seperti para ilmuan lainnya yang juga tidak mampu memahaminya. Pada akhirnya dia menulis sebuah buku, jika diterjemahkan berjudul “Manusia, makhluk tak dikenal”. Dalam buku itu dia menguraikan :
“manusia tidak mengenali dirinya sendiri dan tifak kunjung mengenalnya hingga beberapa abad. Sampai detik inipun kita tidak mengetahui hakikat kita sebagai manusia, kecuali pengetahuan seperti yang sudah diketahui oleh seorang primitive”.
“kita telah mampu merakit aneka benda dan kita sudah mengetahui segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini, kecuali diri kita sendiri. Setiap diri manusia mengandung hal-hal yang misterius”.
Salah seorang ilmuan mengatakan, “ketidaktahuan kita tentang manusia akan terus berlangsung selamanya”
Allah SWT memberitahu para hambanya dalam firmanNya yang artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”(QS. Qaaf : 16)
Adakah seseorang diantara kita yang membantah firman Allah SWT yang berbunyi“Dan sesunggunya telah Kami ciptakan manusia”, lalu berkata kepadanya, tidak! Sayalah yang menciptakan manusia.
Tidak akan pernah ada seorang pun diantara kita yang membantah firmah Allah SWT tentang ini, Nah, jika suatu masalah tidak terbantahkan, maka selesailah permasalahan tersebut. Selama Allah SWT yang menciptakan manusia maka kita pasti akan menemukan rahasia-rahasia penciptaan manusia dalam kitab-Nya, yakni Al-Qur’an, dan juga wahyu yang disampaika kepada Rasul-Nya, yaitu Hadits Nabi SAW.
Dalam ayat tadi Allah SWT berfirman “Dan kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya”. Bisikan dalam ayat ini berarti bisikan hati manusia yang tidak diungkap melalui lisan, atau dengan bahasa tubuh lainnya.
Dalam ayat diatas Allah SWT juga berfirman “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripad urat lehernya”. Dengan kata lain, Allah SWT lebih dekat dengan manusia daripada diri manusia itu sendiri.
Kita semua pasti bisa mengrtahui siapa manusai itu sebenrnya jika kita merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an, kitab Allah sang pencipta manusia, maka definisi manusia adalah :” manusia sebagai makhluk hidup yang berakal; tidak berwujud fisik; bersifat kekal -tidak bisa mati- karena roh kekal; dan tidak terbatas oleh waktu”.
Manusia bukanlah fisiknya, fisik itu adalah raga manusia. Lantas manakah yang disebut manusia ??
Manusia sejati adalah jati diri manusia yang senantiasa sadar, berakal, hidup, kekal, serta bersifat nonfisik. Ketika jati diri yang tidak berwujud fisik ini dikehendaki oleh Allah SWT hidup di dunia ini, maka Allah SWT pun memberinya kenderaan yang berupa fisik, yang pas dengan kondisi medan dan kondisi lingkungan hidup di dunia ini.
Dan apabila fisik yang berwujud materi itu mati, raga pun kembali menjadi tanah, asal penciptanya. Sebab ia adalah tanah yang akan kembali ke tanah.
Bisa jadi jika ada yang bertanya : “Akan tetapi Allah SWT berfirman tentang manusia“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal tanah” (QS. Al-Alaq : 2) dan Dia juga berfirman “dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah” (QS. As-Sajadah :7). Nah, bukankah kedua ayat ini menunjukkan bahwa manusia adalah fisik yang diciptakan dari segumpal darah dan juga tanah ??”
Maka jawabannya adalah : sama sekali tidak, manusia tidak pernah diciptakan dari segumpal darah ataupun tanah kering ataupun juga tanah liat. Hanya raga manusia sajalah yang diciptakan dari tanah kering bumi ini, dan juga air, lalu campuran tanah kering dan air itu menjadi tanah liat. Ayat Al_Qur’an itu sebenarnya hanya mengungkapkan suatu hal yang parsial, yakni “raga manusia” dengan menyebutkan kata yang lebih universal, yakni “manusia”. Ini adalah merupaka bahasa sastra yang dahsyat. Jadi Allah SWT berfirman tentang rag manusia dengan menggunakan kata “manusia”, sedangkan kata “raga” itu sendiri dihilangkan.
Sedangkan firman Allah SWT yang artinya : “Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah” (QS. Al-Alaq :2). Berarti Allah SWT menciptakan raga manusia dari segumpal darah.
Jadi firman Allah SWT “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah” (QS. Al-Mu’minun : 12). Maknanya adalah bahwa Allah SWT telah menciptakan tubuh manusia dari saripati tanah; berhubung ada kata “tubuh” yang dihilangkan dalam ayat tersebut.
Kepada seorang sahabat, Rasulullah SAW bersabda : “Tubuhmu memiliki hak yang harus kau tunaikan” . Hadits ini menyiratkan bahwa manusia itu bukanlah raganya. Manusia adalah suatu mahluk, sementara raganya adalah suatu makhluk yang lain; raganya itu memiliki hak yang harus ditunaikan oleh si manusia.
Hadits Nabi SAW ini menyebutkan hakikat manusia sebagai makhluk non fisik yang berakal, hidup, dan bersemayam pada raga. Inilah hakikat ilmiah yang baru ditemukan oleh para ulama kontemporer setelah mereka merenungkan makna dari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW.
Manusia hanya bisa mengetahui hakikat penciptaan dirinya apabila dia mengenali jati dirinya yang terdiri atas jiwa, akal, dan roh, itulah ketiga potensi nonfisik yang membentuk manusia sejati, yang kemudian disusun dan bersemayam dalam materi berwujud fisik, yaitu raga manusia yang hidup di dunia ini.
Hakikat manusia itu tidak pernah telintas dalam benak orang-orang dan ilmuan zaman dahulu, sementara Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW telah menjelaskannya secara gambling, sebagaimana dalam firman dan hadits Nabi yang telah dituliskan diatas tadi. Allah SWT juga berfirman : “Hai manusia, apakah yang telah memberdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang maha pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan susunan tubuhmu seimbang. Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu” (QS. Al-Infithar 6-8)
Makna ayat-ayat ini adalah bahwa Allah SWT berbicara kepada manusia “Hai Manusia, apakah hal yang membuatmu terperdaya dan membuatmu bermaksiat kepadaKu? Padahal Aku-lah yang telah menciptakanmu dalam bentuk yang paling baik dan sempurna dengan memberimu jiwa, roh, dan akal; lalu Kubuat penciptaanmu itu mengendarai fisik yang bersifat materi, yang berupa raga manusia yang rupanya sesuai dengan kehendak-Ku”.
Karena itulah raga manusia berbeda beda antara satu dengan yang lainnya, baik warna kulitnya maupun bentuk tubuhnya, sesuai dengan kehendak dan kebijaksanaan Allah SWT.
Dalam kitab Tafsir Ruh Al-Ma’ani, Imam Al-Alusy menafsirkan makna dari firman Allah SWT “Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu”. Beliau mengatakan “Allah SWT membuatmu megendarai suatu tubuh, yaitu fisik yang dikehendaki oleh-Nya, yang masing-masing berbeda posturnya, seperti tinggi atau pendeknya,dan juga warna kulitnya.
Demikianlah para ahli tafsir masa lalu mengetahui hakikat penciptaan manusia yang merupakan jati diri yang terdiri atas jiwa, ruh, dan akal; yang kemudian diberi kendaraan fisik yang bersifat materi, yaitu tubuh manusia. Naah, agar para ilmuwan mengetahui siapa sebenarnya jati diri manusia, mereka harus mengetahui hakikat jiwa, ruh, dan akal terlebih dahulu.
Referensi : Misteri Potensi Gaib Manusia, Prof. Dr. Ahmad Syauqi Ibrahim. Jakarta. Qisthi Press. 2011
Subhanallah
BalasHapus